ArsipAJI Indonesia: Bebaskan Thomas dan Valentine, Deportasi Kembali ke Prancis

AJI Indonesia: Bebaskan Thomas dan Valentine, Deportasi Kembali ke Prancis

Jumat 2014-09-05 19:47:30

PAPUAN, Jakarta — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta pemerintah untuk segera membebaskan dua jurnalis asal Perancis, Thomas Dandois (40) dan Valentine Bourrat (29), yang ditangkap di Kabupaten Jayawijaya, Wamena, Papua, pada 6 Agustus 2014 lalu, dan mendeportasi keduanya ke negara asal mereka.

“Kami menuntut Polri dan Imigrasi segera membebaskan kedua jurnalis dan mengembalikan property milik keduanya sesuai kondisi semula,” tegas Ketua Umum AJI Indonesia, Eko Maryadi, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Jumat (05/9/2014) sore.

 

Menurut Eko, pengambilan atau penghapusan sebagian atau seluruh hasil liputan jurnalistik dapat dikenai dakwaan melakukan penyensoran dan penghalangan tugas jurnalistik.

 

Dikatakan, penangkapan dua jurnalis Arte TV asal Prancis menambah daftar panjang kegagalan Pemerintah RI di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjaga kebebasan pers di seluruh wilayah Indonesia. (Baca: Jurnalis Asal Perancis “Diamankan” di Polda Papua).

 

“Peristiwa ini sekaligus menjadi bukti ketidakterbukaan Papua dalam hal akses informasi, termasuk akses keselematan kerja jurnalis, seperti selama ini banyak disuarakan,” katanya.

Dari kronologi yang didapatkan AJI, kehadiran Dandois dan Valentine ke Indonesia adalah semata-mata menjalankan tugas jurnalistiknya di Papua. (Baca: Ini Kronologi Penangkapan Dua Jurnalis Perancis dan Empat Warga Sipil di Wamena).

 

Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat memasuki Indonesia melalui Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta, ibukota Republik Indonesia.

Dandois menggunakan passport bernomor 14CP82311 (berlaku sampai 5 Mei 2020) dan mendapatkan VISA on Arrival (VOA) pada 28 Juli 2014.

 

Sementara Valentine berbekal passport nomor 09FD72946 (berlaku sampai 15 Juli 2019) dan memperoleh VISA izin kunjungan (bukan VISA jurnalis) yang berlaku 60 hari sejak hari kedatangannya di Indonesia.

Pada 30 Juli 2014, keduanya berangkat dari Jakarta menuju Sorong, salah satu kota di Provinsi Papua Barat. Kedua jurnalis ini juga sempat mampir ke Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat, dan sempat mendokumentasikan keindahan alam di sana.

Pada 3 Agustus Dandois dan Valentine berangkat dari Sorong menuju Jayapura, ibukota Papua. Setelah dua hari menginap di Jayapura, pada 5 Agustus, keduanya melanjutkan perjalanan menuju Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya.

Di Bandar Udara Wamena, Dandois dan Valentine dijemput oleh Domi Sorabut. Domi Sorabut adalah aktivis Dewan Adat Papua, dan pernah dipenjara dengan tuduhan berupaya memerdekakan Papua dan Papua Barat dari Republik Indonesia.

 

Domi ini pula yang mempertemukan kedua jurnalis itu dengan Aki Logo, penerjemah lokal di Papua.

Keesokan harinya, 6 Agustus, bersama Aki, Dandois dan Valentine bertemu sejumlah narasumber untuk diwawancarai, mulai dari isu keamanan hingga tema budaya seperti Festival Lembah Baliem.

 

Usai pertemuan itu, Dandois dan Valentine ditangkap aparat kepolisian dari  Resor Jayawijaya. Alasan penangkapan keduanya ialah penyalahgunaan VISA.

 

Polisi juga menyita passport dan peralatan kerja jurnalistik milik Dandois dan Valentine, seperti kamera, laptop, recording, dan barang-barang pribadi kedua jurnalis.

Polisi Papua menahan Dandois dan Valentine atas dasar menyalahgunakan Visa kunjungan ke Indonesia, sebagaimana diatur Pasal 122 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Imigrasi.

 

Penahanan berlanjut pada 7 Agustus, saat keduanya dipindahkan dari Wamena ke Jayapura, dan ditahan di rumah tahanan Kepolisian Daerah Papua.

 

Dalam prosesnya, pemeriksaan kepada keduanya dilakukan tanpa didampingi pengacara. Aparat Polda Papua juga melarang jurnalis di Jayapura menemui Dandois dan Valentine, meskipun sekadar menengok kondisi kesehatan mereka.

Pada 8 Agustus, Kabid Humas Polda Papua, Kombes Sulistyo Pudjo menetapkan Dandois dan Valentine sebagai tersangka UU Keimigrasian, Pasal 122. Keduanya diancam hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta. (Baca: Dua Jurnalis Perancis Yang Ditangkap di Wamena Jadi Tersangka).

 

“Peralatan jurnalistik yang digunakan Dandois dan Valentine ditetapkan sebagai barang bukti. Informasi yang kami terima, Polisi bahkan berupaya mengkaitkan-kaitkan kedua jurnalis Prancis itu dengan kegiatan ‘makar’ atau spionase, hanya karena keduanya bertemu aktivis Dewan Adat Papua di Wamena,” tulis AJI.

Atas kejadian tersebut, AJI mengecam penahanan dua jurnalis Arte TV Perancis, Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat.

 

“Kami menilai tindakan penahanan terhadap kedua jurnalis itu tidak sesuai dengan iklim kebebasan pers yang terus didengungkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono,” tegas Eko.

 

Sebelumnya, seperti ditulis media ini, dua Jurnalis itu ditangkap saat bertemu dengan Areki Wanimbo, tokoh dewan adat di Wamena, dan berencana melakukan peliputan ke Lanny Jaya, sebuah wilayah tempat militer dan Tentara Pemebebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) salIing tembak.

 

Baca juga: RWP Serukan Indonesia Bebaskan Dua Jurnalis Perancis Yang Ditahan di Papua

OKTOVIANUS POGAU

1 KOMENTAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.